12 Tradisi Jawa Tengah yang Punya Makna Spiritual Mendalam

blog post image

Jawa Tengah tidak hanya kaya dengan panorama alam dan keraton bersejarah, tetapi juga memiliki ragam tradisi yang menyimpan makna spiritual mendalam. Di balik setiap upacara dan ritual, ada filosofi yang meresap ke dalam jiwa masyarakatnya. Artikel ini mengupas enam tradisi Jawa Tengah, bukan hanya dari sisi sejarah atau budaya, tetapi nilai-nilai spiritual yang mungkin belum banyak diketahui.

12 Tradisi Jawa Tengah yang Masih Eksis

  1. Sadranan (Nyadran)
  2. Wetonan
  3. Tradisi Popokan
  4. Upacara Tingkeban
  5. Upacara Larung Sesaji
  6. Upacara Ruwatan
  7. Tradisi Syawalan
  8. Tradisi Brobosan
  9. Upacara Tedak Siten
  10. Padusan
  11. Mendak Kematian
  12. Kenduren
 

1. Sadranan (Nyadran)

Sadranan atau Nyadran merupakan tradisi yang dilaksanakan menjelang masuknya bulan Ruwah dalam kalender Jawa. Ritual ini melibatkan ziarah ke makam, pembersihan makam, penaburan bunga, bahkan doa bersama. Tradisi ini bukan hanya sekadar penghormatan kepada leluhur, melainkan juga sarana refleksi iman. Makna spiritualnya:
  • Kesadaran akan kefanaan (kematian) dan panggilan untuk memperbaiki diri.
  • Solidaritas antar generasi; yang masih hidup mengingat mereka yang telah tiada agar semangatnya terus hadir.
  • Keterikatan dengan akar budaya sekaligus keyakinan religius, yang membentuk karakter rendah hati dan syukur.
Sadranan memperlihatkan bahwa masyarakat Jawa Tengah mampu merawat tradisi leluhur dengan mengintegrasikan nilai keagamaan tanpa kehilangan rasa budaya asli. Sadranan

Sadranan (Sumber: Detik)

 

2. Wetonan

Wetonan adalah tradisi peringatan hari kelahiran seorang anak setelah mencapai usia tertentu (umumnya 35 hari). Penamaan “weton” sendiri merujuk pada kombinasi hari-hari pasaran dalam kalender Jawa, seperti Senin-Pon, Rabu-Kliwon, dan lain-lain. Tradisi ini sering ditandai dengan upacara kecil; kadang doa, tahlil, dan pemberian selapan kepada bayi sebagai simbol. Pesan spiritualnya:
  • Penerimaan atas karunia hidup; merayakan kehadiran manusia baru dengan penuh rasa syukur.
  • Kesadaran akan waktu dan takdir: bahwa kelahiran bukan semata-acara biologis, melainkan bagian dari rencana yang lebih besar.
  • Koneksi antara individu dan komunitas: bayi disambut bukan hanya oleh keluarga, tapi juga lingkungan sosialnya.
Melalui wetonan, masyarakat mengajarkan bahwa setiap hidup dimulai dengan tanggung jawab moral dan sosial; bahwa kelahiran anak berarti lahirnya harapan, amanah, dan doa. Wetonan

Wetonan (Sumber: Gramedia)

 

3. Tradisi Popokan

Tradisi Popokan berasal dari daerah Banyumas dan sekitarnya. Kegiatan ini dilakukan oleh anak-anak yang saling melempar buah popok atau biji-bijian kecil sebagai simbol kebersamaan dan permainan tradisional yang menyenangkan. Tradisi ini biasanya dilakukan saat bulan Ramadan atau menjelang lebaran, menggambarkan semangat kegembiraan menyambut hari raya. Meski sederhana, Popokan menjadi salah satu bentuk pelestarian budaya lokal yang menumbuhkan nilai solidaritas dan kebahagiaan di kalangan anak-anak. popokan

Popokan (Sumber: Antara)

 

4. Upacara Tingkeban

Upacara Tingkeban atau mitoni adalah tradisi yang dilakukan ketika seorang ibu mengandung anak pertama dan memasuki usia kehamilan tujuh bulan. Tradisi ini bertujuan memohon keselamatan bagi ibu dan bayi dalam kandungan. Rangkaian acara meliputi siraman, doa bersama, dan pembacaan ayat suci. Tingkeban juga menjadi momen kebersamaan keluarga besar, di mana mereka saling berbagi doa dan harapan baik bagi sang calon ibu. Tingkeban

Tingkeban (Sumber: Tribunnews)

 

5. Upacara Larung Sesaji

Upacara Larung Sesaji merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat pesisir Jawa Tengah, terutama di daerah seperti Jepara dan Cilacap. Ritual ini bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil laut yang melimpah serta memohon keselamatan bagi para nelayan. Dalam prosesi ini, sesaji berupa hasil bumi, makanan, dan kepala kerbau dilarung ke laut. Tradisi ini juga menjadi daya tarik wisata budaya karena diiringi dengan pertunjukan seni seperti gamelan dan tari-tarian khas daerah. Upacara Larung Sesaji

Upacara Larung Sesaji (Sumber: Etnis.id)

Baca Juga : Tarian dari Jawa Tengah

 

6. Upacara Ruwatan

Ruwatan bertujuan membersihkan diri dari nasib buruk dan menyingkirkan elemen negatif atau nasib yang dianggap dikaitkan dengan takdir.  Dalam pelaksanaannya, sering disertai pertunjukan wayang kulit dan berbagai ritual adat yang kaya simbolisme. Dari sudut spiritual, tradisi ini mencerminkan kesadaran diluar materil: bahwa manusia perlu menyelaraskan diri dengan nilai-nilai yang lebih tinggi, serta memohon perlindungan agar jiwa dan raganya selamat dari pengaruh negatif. Tradisi ini tetap dipelihara karena dipercayai memberikan harmoni batin dan ketenangan hidup. Ruwatan

Ruwatan (Sumber: Solo Balapan)

 

7. Tradisi Syawalan

Syawalan adalah tradisi setelah Idulfitri, tepatnya tujuh hari setelahnya. Dalam budaya Jawa Tengah, hari ini kadang disebut “Lebaran Ketupat”.  Tradisi ini bukan hanya soal makan ketupat dan bersilaturahmi, melainkan momentum refleksi dan pengakuan bahwa puasa dan ibadah telah meningkatkan keimanan. Ritual berbagi makanan dan kebaikan menjadi simbol berbagi berkah, serta mendorong rasa kebersamaan dan toleransi sosial. Syawalan

Syawalan (Sumber: Kompas)

 

8. Tradisi Brobosan

Brobosan adalah bagian dari prosesi pemakaman, dimana keluarga dekat berjalan di bawah keranda jenazah sebagai tanda penghormatan terakhir dan ungkapan kehilangan.  Di balik keheningan dan kesedihan, tradisi ini memiliki makna spiritual mendalam, melepas secara ikhlas, menghormati kehormatan manusia, serta menyadari bahwa hidup dunia bersifat sementara. Perjalanan terakhir ini juga menjadi pengingat bagi yang hidup agar menjaga amal dan hubungan antar sesama. Tradisi Brobosan

Brobosan (Sumber: merahputih.com)

 

9. Upacara Tedak Siten

Tedak Siten merupakan tradisi yang dilakukan ketika bayi berusia tujuh bulan (dalam hitungan Jawa) sejak pertama kali menginjakkan kaki ke tanah. Upacara ini memiliki makna simbolis bahwa anak siap melangkah ke dunia dan mulai belajar mandiri. Biasanya, prosesi ini diisi dengan ritual menginjak tanah yang berisi tujuh warna dan menaiki tangga dari tebu wulung, diakhiri dengan anak memilih berbagai benda yang melambangkan masa depan. Tradisi ini tidak hanya sarat makna filosofis, tetapi juga menjadi bentuk doa orang tua bagi kehidupan anak yang kelak sukses dan bahagia. Tedak Siten

Tedak Siten (Sumber: Kompas)

 

10. Padusan

Padusan adalah tradisi mandi besar atau bersuci yang dilakukan menjelang bulan Ramadan oleh masyarakat Jawa Tengah. Biasanya dilakukan di sumber air alami seperti sendang atau sungai yang dianggap suci. Makna dari tradisi ini adalah membersihkan diri, baik secara jasmani maupun rohani, sebelum menjalani ibadah puasa. Padusan juga menjadi ajang silaturahmi dan kebersamaan antarwarga yang berkumpul di lokasi yang sama untuk melakukan ritual ini. Padusan

Padusan (Sumber: Travel Kompas)

 

11. Mendak Kematian

Tradisi Mendak Kematian merupakan ritual doa yang dilakukan untuk memperingati hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, hingga ke-1000 setelah seseorang meninggal dunia. Tujuannya adalah untuk mendoakan arwah agar mendapatkan tempat yang layak di sisi Tuhan. Keluarga biasanya mengundang tetangga dan kerabat untuk tahlilan dan makan bersama. Selain sebagai bentuk penghormatan terakhir, tradisi ini juga mempererat tali silaturahmi antarwarga. Mendak Kematian

Mendak Kematian (Sumber: Eksotika Desa)

 

12. Kenduren

Kenduren atau slametan adalah tradisi doa bersama yang dilakukan untuk berbagai tujuan, seperti syukuran, kelahiran, pernikahan, hingga memohon keselamatan. Dalam kenduren, masyarakat biasanya duduk melingkar dan membaca doa bersama sebelum menikmati hidangan seperti nasi tumpeng dan lauk pauk. Tradisi ini mencerminkan nilai gotong royong, kebersamaan, serta rasa syukur kepada Tuhan atas segala nikmat yang diberikan. Kenduren juga menjadi simbol keharmonisan sosial dalam masyarakat Jawa. Kenduren

Kenduren (Sumber: inamedia.id)

Baca Juga : Makanan Khas Jawa Tengah

Melestarikan tradisi bukan berarti menolak modernisasi, melainkan memaknai modernitas dengan akar budaya yang kuat. Karena dari akar, cabang tumbuh lebih kokoh. Tradisi-tradisi Jawa Tengah tidak hanya menjadi bagian dari masa lalu, tetapi juga cerminan identitas budaya yang masih hidup hingga sekarang. Di tengah kemajuan zaman, pelestarian upacara dan ritual ini menjadi penting agar nilai-nilai luhur seperti gotong royong, rasa syukur, dan kebersamaan tetap terjaga. Jika kamu tertarik untuk mengenal lebih banyak kebudayaan dan tempat menarik di Indonesia, kunjungi jalanjalanyuk.co.id dan temukan inspirasi perjalanan seru yang penuh makna!

Baca Juga

11 Makanan Khas Vietnam yang Unik dan Populer

Kuliner Vietnam terkenal akan cita rasa segar, ringan, dan penuh rempah. Banyak hidangan tradis

11 perjalanan singkat dari Jakarta yang bisa ditempuh dalam 3 jam

Nyari ide buat perjalanan singkat dari Jakarta? Kita p

5 Upacara Adat Riau yang Masih Eksis Hingga Saat Ini

Seperti yang diketahui bahwa Indonesia memiliki banyak sekali ragam adat dan budaya. Bahkan, se

Ini 7 Makanan Khas Kalimantan Barat yang Populer

Makanan Khas Kalimantan Barat – Tidak lengkap rasa